Kepustakaan Populer Gramedia
by on July 7, 2022
169 views

Pepatah bilang bahwa setiap orang punya jalannya masing-masing. Namun, dunia butuh bahan untuk menilai dan menghakimi seseorang yang sedang berproses dengan perjalanannya. Dalam sebuah pencarian, tersesat adalah kemungkinan yang bisa dialami siapa pun. Dengan ada dalam kondisi tersesat, sebenarnya seorang pejalan sedang memasuki ruang inti perjalanan, yakni menuju ke tujuan.

Lewat obrolan intim, yang dibukukan dengan judul Kitab Pink Jason Ranti (Kepustakaan Populer Gramedia, Juni 2022), Wisnu Nugroho mengungkap jauh perjalanan Jason Ranti. Sebagai seorang wartawan sekaligus Pemimpin Redaksi Kompas.com, Wisnu alias Beginu mampu mendalami sisi kreativitas dan spiritualitas Jeje, panggilan Jason Ranti. Jeje, yang tercitra sebagai musisi bandel, menampilkan sisi yang mampu merusak pola berpikir banyak orang. 

Kitab Pink Jason Ranti juga berisi gugatan Jeje terhadap otoritas negara, agama, dan sejumlah sendi kehidupan yang kedodoran, serta bagaimana dia memandang dosa dan kesucian. Lewat buku ini, Jeje hendak menyentuh perasaan orang lain, mengajak untuk mempertanyakan standar-standar perilaku yang penuh kepalsuan, guna menemukan nilai-nilai baru berdasarkan kejujuran. 

 

Terinspirasi Puisi Rendra

Jeje menyebutkan, puisi WS Rendra berjudul “Nyanyian Angsa” memiliki pengaruh besar terhadap dirinya. Lewat puisi ini, Jeje selalu mencoba untuk tidak menghakimi seseorang yang dalam pandangan masyarakat dicap negatif.

“Nyanyian Angsa” sendiri menceritakan perjalanan pelacur bernama Maria Zaitun setelah diusir dari rumah bordil karena menderita sifilis. Ketika Maria hendak berobat, dokter tidak menanganinya dengan benar. Ketika berniat mengaku dosa di gereja, dia harus menunggu pastornya selesai makan siang dan justru dihakimi, bukan dibantu menemukan Tuhan.

“Itu gambaran betapa dunia menghakimi lo! Suatu hari, ada cewek berzina dan dihadapkan pada Yesus Kristus, Isa Almasih. Menurut hukum, dia harus dilempari batu. Isa Almasih justru berkata, ‘Barang siapa dari kalian yang merasa paling tidak berdosa, silakan lempar duluan batunya.’ Lo mau ngomong apa? Lo mau menghakimi pelacur? Emang lo orang baik?” ucap Jeje.

Selain “Nyanyian Angsa”, “Sajak Sebatang Lisong”-nya Rendra dan karya “Kucing, Ikan Asin dan Aku”-nya Wiji Thukul menancap kuat di perasaan dan pikiran Jeje. Dia, misalnya, merasa memiliki pertalian dengan penggalan “Sajak Sebatang Lisong”: “Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan? Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan?”

“Enggak semua karya punya kekuatan untuk bisa nyerang di dua level itu (pikiran dan perasaan),” kata Jeje, yang mengaku tidak pernah berusaha menggerakkan hati orang lain lewat karya-karyanya. “Gua buat apa yang pengin gua buat, apa yang gua suka, apa yang gua bisa, apa yang gua yakini.”

 

Refleksi perjalanan

Dalam Kitab Pink Jason Ranti, Jeje mengaku terlambat mengetahui dan memahami banyak hal, termasuk soal “Nyanyian Angsa”. Namun, dia tetap mengalir dengan berpegang pada bayangan ideal dan romantisnya sendiri. Dengan begitu, dia bisa mengoneksikan pengalaman selama perjalanan dengan tiap karyanya.

Bagi Jeje, karya tak ubahnya fermentasi, yang mesti mengendap dulu selama beberapa waktu. Hal ini tecermin dalam album ketiganya, Jalan Ninja (2022), yang memang terkesan berbeda bila dibandingkan dengan dua album sebelumnya, Akibat Pergaulan Blues (2017) dan Sekilas Info (2019). Album Jalan Ninja sendiri tercipta selama Jeje dalam perjalanan, jauh dari rumah.

“Di situlah (album ketiga) pertama kalinya gua merasa membuat karya dengan hati…. Gua enggak tertarik lagilah ngomongin politik. Jadi, gua sampai di titik nggak bisa marah (terhadap politik). Buat apa sih marah? Gua mau bicara soal hal mendasar: kasih sayang,” ucap Jeje.

Selain memengaruhi lagu, perjalanan yang dilakukan Jeje turut memberi andil dalam proses melukisnya. Setelah menjalani tur, dia bisa membuat 9–12 lukisan dalam sehari. Baginya, melukis adalah aktivitas yang natural, tidak diada-adakan untuk mengisi kekosongan. Meski begitu, dia tidak ingin dibebani dengan pemaknaan atas karya-karyanya.

“Buat gua, itu bukan pertanyaan tentang artinya atau maknanya apa. Itu bisa lo cari sendiri. Silakan lo interpretasikan sendiri—ruang terbuka untuk lo diskusi,” ujar Jeje.

***

Kitab Pink Jason Ranti adalah jilid perdana seri wawancara “Beginu: Bukan Begini, Bukan Begitu”. Mengusung semangat “verba volant, scripta manent”, buku ini juga dilengkapi foto lukisan-lukisan yang tertera di pintu toilet, dapur keluarga, piagam, tanda jasa, kertas, dan kanvas yang lahir di studio Jeje selama masa pandemi. Selain itu, Rp2.000 dari hasil penjualan tiap eksemplar buku ini akan disumbangkan sebagai upaya penghijauan di Gunung Kidul, Yogyakarta.

 

Rencananya, Kitab Pink Jason Ranti akan diluncurkan pada 7 Juli 2022 di Bentara Budaya Jakarta dengan jumlah pengunjung terbatas. Bertajuk “Bedah Kitab Pink”, peluncuran ini menghadirkan Farid Stevy Asta sebagai pembedah, dengan narasumber Wisnu Nugroho dan Jason Ranti. Jubing Kristianto dan Tatyana Soebianto akan tampil sebagai pengisi acara.

Selain peluncuran, juga akan diadakan pameran bertajuk “Bentara Budaya Jejeboy” di tempat yang sama pada 7, 8, dan 10 Juli 2022. Pameran ini diselenggarakan atas kerja sama Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dan Bentara Budaya dengan dukungan Tesla Paints. Jason Ranti sudah menyiapkan dua belas lukisan yang dia ciptakan selama masa pandemi untuk dipamerkan. “Jumlah lukisannya sama seperti jumlah murid Yesus. Gua pengin buat dan menghadirkan sesuatu yang hening di Bentara Budaya Jakarta nanti,” ucap Jeje.

 



Untuk informasi lebih lanjut:

Alchia, PR Gramedia (+6287878000452)

Posted in: Press Release
Be the first person to like this.