Seri Misteri Favorit: Misteri Bukit Berkabut

MENGAMBIL latar cerita di Solo, novel anak dengan tema misteri ini menyuguhkan kisah yang menarik apik. Di mana dalam cerita ini selain diajak untuk memecahkan kasus misterius hilangnya teh putih the mahal yang bisa menghasilkan banyak keuntungan kita juga diajak mengenal lebih dekat dengan beberapa pesona wisata menarik di kota Solo. Selain itu melalui kisah ini kita diajak mengenal lebih dekat dengan cara pemetikan dan pembuatan teh baik teh biasa juga teh putih.  Menceritakan Novi dan Rini yang menikmati masa liburan dengan berkunjung ke rumah Bude Ratih tinggal di area perkebunan teh yang luas. Di sana ada pabrik teh juga rumah teh, yang biasanya digunakan untuk menikmati seduhan teh sambil menikmati pemandangan asri yang sedap dipandang mata. Novi yang baru saja tiba langsung suka dengan rumah the dengan dominasi warna putih dan menara pandang yang bisa membuat siapa saja bisa melihat keindahan pemandangan di sekitar (hal 12). Namun bertepatan dengan kedatangan mereka, ternyata ada sebuah insiden yang tidak terduga. Teh putih yang bernilai jutaan rupiah, tiba-tiba hilang. Padahal Bude Ratih yakin masih melihat kaleng teh putih di atas meja kasir. Keadaan itu tentu saja membuat Pakde Roso, kakak Bude Ratih terlihat berang. Semua karyawannya Om Endo, Pak Martono dan Mbak Titik mendapat getah dari hilangnya the putih.  Novi yang cerdas dan cakap itu pun mencoba menelusuri masalah itu dan mencoba memecahkan kasus tersebut, sambil tetap menikmati liburan seru di Solo. Dari mengunjungi Pabrik Gula, Candhi Cetho, Candi Sukuh dan banyak lagi. Siapa sangka dalam perjalanannya itu, sedikit demi sedikit Novi malah menemukan titik cerah dalam masalah tersebut. Novi mencurigai seseorang yang berkesempatan dan akan memiliki untung jika mencuri the. Novi lalu mendiskusikan penemuannya itu pada Rini. Tentu saja penjelasan itu sempat membuat Rini kaget. Benarkah analisa yang dipaparkan Novi? Tapi daripada penasaran Rini kemudian ikut bergabung guna menyelidiki analisa Novi lebih dalam.bahkan mereka sampai menyelidiki misteri itu ke Bukit Kembar yang tengan diselimuti kabut dan konon dikenal angker.    Penulis: Erlita Pratiwi Editor: Dhika Kategori: Fiksi, Novel, Buku Anak Terbit: 30 September 2019 Harga: Rp 45.000 Tebal: 180 halaman Ukuran: 130 mm x 195 mm Sampul: Softcover ISBN: 9786024812386 ID KPG: 591901692 Bahasa: Indonesia Usia: 9+ Bonus: Pembatas buku Penerbit: Kiddo Novel ini meski sederhana tapi memiliki sisi menarik untuk dibaca. Membaca kisah ini secara tidak langsung, akan mengasah kemampuan anak dalam menganalisa juga kepekaan pada peristiwa di sekitar mereka.  Secara keseluruhan novel ini dilihat dari gaya penyajian bahasa, alur dan penokohan, semuanya diramu dengan pas dan apik. Jadi saat membaca kita tidak akan bosan. Keunggulan yang selalu suka dari novel seri misteri penerbit Kiddo adalah nilai-nilai tambahan pembelajaran khususnya tentang latar daerah baik tentang kuliner, adat budaya dan wisata.  Misalnya sejarah munculnya the di Indonesia. Ternyata tanaman teh pertama kali masuk di Indonesia pada tahun 1684 yang dibawa oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Andreas Cleyer. Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson adalah seorang ahli teh, yang mendirikan perkebunan komersial dan yang memulai industri perkebunan the di Nusantara (hal 14).  Selain masalah asal muasal masuknya tanaman the di Indonesia, kita juga akan dikenalkan dengan apa itu the putih dan kenapa memiliki harga yang sangat mahal. Lalu bagaimana proses pemetikan tanaman teh, hingga proses pembuatannya. Tidak ketinggalan ada juga penjabaran tentang Candi Cetho dan Candi Sukuh, beserta adat budaya yang harus dilakukan jika menyambangi dua wahana wisata tersebut.  Tidak hanya beberapa hal yang sudah dipaparkan di atas, pada buku ini masih ada banyak pengetahuan lain yang disisipkan penulis. Dilengkapi dengan ilustrasi gambaran kegiatan para tokoh, semakin menambah nilai tambah dalam buku ini. Buku ini sangat patut dibaca bagi anak bahkan semua umur. Melalui kisah ini kita diajarkan untuk bersikap baik terhadap siapa saja. Jangan menyimpan dendam dan mencuri apa yang bukan hak kita.  Resensi dimuat di harian Radar Sampit edisi Minggu, 14 April 2019 Peresensi: Ratna Latifah, Alumni Universitas Nahdlatul Ulama, Jepara.