Pada 22 April, seluruh dunia memperingati Hari Bumi. Menjaga dan melestarikan bumi mencakup berbagai aspek, salah satunya melalui konservasi taman nasional. Pada kesempatan ini, Penerbit KPG mengadakan bedah buku Taman Nasional Indonesia (2021) dengan tema “Harmoni Manusia dan Alam”.

Taman Nasional bukan sekadar nama bagi sebuah kawasan konservasi alam, melainkan tonggak dari sebuah gerakan pelestarian kawasan konservasi. Berawal dari Amerika, taman nasional lahir dan menjalar ke pelbagai pelosok dunia. Kendati demikian, konsep ideal sebuah taman nasional masih menjadi bahan perdebatan. Setiap negara memiliki kriteria sendiri-sendiri.

Bermula dari Lorentz (1919) di Papua dan Ujung Kulon (1921) di Jawa Barat, kini Indonesia telah menetapkan 54 taman nasional. Sayangnya, peningkatan jumlah taman nasional itu tidak diikuti perubahan mendasar dalam konsep. Prinsip pengelolaan taman nasional masih mengadopsi sistem kolonial: mulai dari peta kawasan hingga harus bersih dari unsur manusia.

Walhasil, seperti kita lihat hingga sekarang, taman nasional di Indonesia menyisakan berbagai permasalahan, mulai dari perbedaan cara pandang pengelolaan, hingga konflik kepemilikan lahan. Sebagai negara yang usianya memasuki 76 tahun pada 2021, Indonesia semestinya memiliki konsep sendiri dalam mengelola taman nasional. Termasuk memosisikan ulang makna dan tujuan penetapan taman nasional.

Berkaitan dengan tujuan mulia itu, buku dengan judul Taman Nasional Indonesia: Permata Warisan Bangsa ini mencoba menjabarkan sejarah dan perkembangan taman nasional di Indonesia, termasuk persoalannya, yang dapat menjadi rujukan bagi pembuat kebijakan dalam merumuskan ulang konsep taman nasional ala Indonesia.

Pembukaan: Pungky Widiaryanto (Penulis)

Moderator: Andhyta F Utami (Environmental Economist & Co-Founder Think Policy Society

Pembahas:
Ahmad Arif (Jurnalis Kompas)
Wiratno (Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

Be the first person to like this.