Setelah pengumuman pandemi korona dari WHO pada 11 Maret 2020, pada 12 Maret pemerintah Finlandia meminta warga untuk tidak melakukan kegiatan berkumpul dengan 500 orang lebih. Warga juga diminta untuk tidak bepergian atau berkunjung ke kelompok yang masuk kategori berisiko tinggi (seperti orang berusia lanjut dan orang yang memiliki riwayat penyakit pernapasan), sementara warga yang baru pulang dari luar negeri diminta untuk melakukan karantina minimal selama empat belas hari.
Setelah pengumuman pemerintah pada 12 Maret tersebut, warga berbondong-bondong berbelanja bahan makanan (diikuti dengan cerita tisu toilet dan pasta yang habis di mana-mana) sehingga menimbulkan antrian pembayaran panjang, walau masih terkendali. Pada akhir pekan itu, beberapa lembaga pendidikan seperti universitas dan sekolah tinggi sudah mulai menyiapkan lembaganya untuk ditutup, dan bekerja atau melakukan proses belajar mengajar jarak jauh.
Suasana pusat kota amat sepi. Walaupun pusat perbelanjaan dan restoran masih buka, kebanyakan sepi pengunjung. Dengan bertambahnya jumlah pasien yang positif terkena virus korona—total 272 kasus pada Senin sore, 16 Maret 2020 (bertambah 30 kasus baru dari data Minggu, 15 Maret 2020), pemerintah Finlandia, dengan juru bicara Perdana Menteri Sanna Marin, mengumumkan negara dalam keadaan darurat (state of emergency)1. Untuk mengurangi penyebaran virus berbahaya ini, pemerintah menutup sekolah dasar dan pusat-pusat perkumpulan dan budaya (seperti teater, GOR, tempat hiburan, dll.) sampai 13 April 2020. Warga diminta berada di rumah, bekerja dari rumah, dan mengurangi kegiatan sosial. Kontak fisik diminta dikurangi dan satu sama lain menjaga jarak, juga menjaga kebersihan.
Dengan perkembangan situasi krisis yang berubah begitu cepat, bagaimana pendidikan dapat berlangsung efektif?
Kesiapan Teknologi di Dunia Pendidikan
Seperti yang saya tulis dalam bab pertama buku Sistem Pendidikan Finlandia (2019), sistem belajar mengajar di Finlandia sudah sangat mapan. Sejak diberlakukan kebijakan untuk mengurangi penggunaan kertas (paperless) pada sekitar tahun 2010-an, lembaga pendidikan sudah menggunakan metode pengajaran dengan teknologi elektronik.
Untuk sekolah dasar (kelas 1-9) dan sekolah menengah (setara SMA kelas 1-3), lembaga pendidikan menggunakan aplikasi peda.net (tinggal memasukkan nama sekolah) dan Wilma (hlm. 30). Para guru, orangtua/wali, dan siswa sendiri (mulai kelas 7) terhubung dengan aplikasi ini, yang dapat diakses oleh komputer atau ponsel pintar (smartphone). Oleh karena itu, semua pihak memiliki akun surat elektronik (email account), yang biasanya berformat resmi: nama depan(titik)nama belakang(@)nama lembaga sekolah/kantor atau akun umum lainnya.
Dengan begitu, semua pihak yang terhubung dengan Wilma akan mengetahui pengumuman di sekolah, jadwal pelajaran siswa, absensi siswa (dan meminta izin), kegiatan sekolah atau kelas dan jadwal rapat orangtua, bahkan waktu liburan. Berita mengenai krisis virus korona juga selalu diperbaharui di Wilma.
Di Peda.net, guru-guru menuliskan tugas siswa per hari dan foto hasil pekerjaan siswa dikumpulkan ke dalam folder siswa (yang username kelas dan password-nya sudah diberitahukan di dalam pesan Wilma)2. Video pelajaran juga diberikan dalam situs web tersebut.
Tugas-tugas ini dikumpulkan sampai hari Jumat dan diarsip oleh guru, sehingga minggu depan folder tersebut sudah kosong kembali untuk diisi dengan tugas baru minggu berikutnya. Walaupun tenggat waktu pengumpulan dinyatakan sampai hari Jumat, kami mengumpulkan tugas tersebut setiap hari. Kami mencoba untuk tetap disiplin mengikuti jadwal sekolah, yang berjalan sekitar 4 jam sehari untuk anak kelas 1 SD, berlaku untuk anak kedua saya, Reza.
Siswa SMA—salah satunya adalah anak sulung saya, Nadya—juga masih menggunakan Wilma3. Mereka lebih mandiri dengan mengikuti kelas online dari guru-gurunya, dan biasanya menggunakan program Microsoft Teams. Semua ini diakses dari komputer siswa sendiri, bahkan mengikuti jadwal pelajaran sekolah seperti biasa!
Untuk tingkat pendidikan tinggi, seperti universitas dan politeknik, lembaga yang bersangkutan lebih independen lagi. Selain laman elektronik (website) universitas, setiap sivitas akademik, dari mahasiswa, staf akademik, maupun pengajar, memiliki akun tersendiri (yang berbeda dari universitas lain) dan akan mudah mengakses beragam lingkungan/lahan pengajaran (learning environment). Di Universitas Jyväskylä, kami menggunakan aplikasi Korppi/Sisu (hlm. 180) untuk tempat berinteraksi dalam pembelajaran seperti layaknya Wilma di sekolah dasar dan menengah.
Dalam aplikasi tersebut, mahasiswa mengetahui program studinya, berapa kredit yang harus dicapai, dan jadwal-jadwal kuliah yang disediakan di seluruh universitas (yang dapat juga diikuti mahasiswa walaupun mata kuliah itu di luar bidang studinya). Untuk pengajar, di dalamnya tersedia info umum universitas dan mata kuliah yang diampunya, yang di dalamnya berisi jumlah siswa, jadwal serta ruang kuliah, dan hal-hal teknis mengajar lain, seperti pengumuman kepada siswa, dll.
Dalam aplikasi lain, Koppa, misalnya, para pengajar dapat menaruh artikel atau bahan-bahan kuliah yang tidak tersedia di perpustakaan yang dapat digunakan sebagai materi perkuliahan atau presentasi yang dapat diakses mahasiswa. Aplikasi pembelajaran lain adalah Moodle (dulu juga ada Optima), yang merupakan suatu learning environment, suatu lahan pengajaran di mana pengajar dapat melangsungkan suatu kuliah tanpa bertemu dengan siswa secara langsung atau melalui video. Pengajar dapat berinteraksi dengan siswa, dengan memberikan bahan kuliah, membagi tugas kelompok, membuka ruang diskusi baik dengan chat di waktu tertentu, maupun dengan tulisan/komentar di suatu forum. Pengajar juga dapat menaruh video kuliahnya, sehingga dapat diakses mahasiswa kapan saja mereka ada waktu (dan pengajar dapat memonitor kegiatan mahasiswa apakah mengakses video atau artikel yang dibagikan!).
Aplikasi Moodle ini sangat efektif digunakan apabila kuliah memang dilaksanakan secara virtual dan tidak terikat ruang kelas. Belum lagi universitas juga memberikan fasilitas kepada pengajar untuk bisa merekam kuliahnya (dengan editor) sehingga video kuliah dapat diedit dan dimuat di website departemen untuk mata kuliah tertentu.
Belajar Jarak Jauh pada Saat Krisis Virus Korona
Dengan kesiapan teknologi yang baik, lembaga pendidikan Finlandia mampu menghadapi perubahan situasi dengan cepat. Saat diumumkan bahwa akan dilakukan penutupan tempat-tempat umum, lembaga pendidikan sudah siap dengan sistem belajar mengajar jarak jauh. Semua informasi diumumkan melalui media Wilma dan email resmi sekolah. Diumumkan pula bahwa seluruh kegiatan hobi, seperti les musik, berenang, skating, sepakbola, dll, ditutup. Terkadang pengumuman memang beredar lewat aplikasi media sosial dan grup WhatsApp, tapi pengumuman resmi melalui website dan email resmi tetap dilakukan.
Pihak universitas di mana saya bekerja juga sudah melakukan persiapan penutupan lebih awal, sehingga pimpinan departemen dan ketua-ketua jurusan tahu apa yang harus dilakukan. Mailing list departemen kami dipenuhi oleh arahan, pengumuman, dan pemberitahuan atas fasilitas apa yang diberikan agar proses belajar mengajar tetap berlangsung efektif walau tidak ada kelas seperti dalam keadaan normal. Dukungan dan fasilitas pengajaran juga langsung diberikan, misalnya meminjamkan laptop kantor untuk dibawa pulang oleh staf pengajar. Ketua unit juga mulai mencoba melakukan rapat virtual lewat Teams—untuk mengetahui bagaimana menjalankan rapat secara online. Kami juga berbagi cerita dan rencana perkuliahan, baik menggunakan program Zoom (dan program pengajaran lain) yang disediakan universitas maupun kontak email atau lainnya. Informasi aplikasi umum seperti Skype atau Google Hangouts juga diberitahukan, namun karena aplikasi ini bersifat terbuka, metode pengajaran lewat media ini tidak disarankan—sebaiknya kami menggunakan media resmi melalui akun universitas secara formal. Tugas-tugas (biasanya berkas tulisan) dapat dikirimkan ke media Moodle atau Koppa, atau bahkan dikirim ke email pengajar langsung. Kalau tugas paper dikirimkan lewat Moodle, malah tersedia aplikasi Turnitin anti plagiarism, yang memeriksa apakah tugas siswa sudah memenuhi standar untuk tidak mencontek karya orang lain lebih dari 20 persen.
Kesiapan teknologi memang diperlukan apabila metode jarak jauh diperlukan, namun harus dipahami bahwa setiap orang tidak memiliki fasilitas yang sama. Walaupun berada dalam sivitas akademik yang sama, koneksi internet dan fasilitas komputer/laptop yang dimiliki setiap orang tidak sama. Lewat mailing list kami berbagi pengalaman tentang bagaimana kuliah online melalui media Zoom, misalnya. Bagaimana mahasiswa yang kurang konsentrasi apabila kuliah dilaksanakan dalam waktu panjang seperti layaknya kuliah umum biasa (90 menit yang membosankan!), perlunya interaksi dengan mahasiswa setiap 10 atau 15 menit sekali, dan pengurangan penggunaan video bagi peserta kuliah apabila mahasiswa lebih dari 10 orang. Hal-hal seperti itu yang kami pelajari bersama dengan berbagi pengalaman.
Bagi saya, hari pertama bekerja/sekolah dari rumah terasa cukup unik. Saya mengetahui bahwa akan ada jadwal rapat virtual unit kami, bidang Ilmu Politik, dan anak saya yang duduk di kelas 1 SMA akan melakukan kerja kelompok melalui telepon dengan teman-teman sekelompoknya (5 orang). Jadi kami tahu bahwa kami harus berada di ruangan yang berbeda supaya suara kami tidak saling mengganggu satu sama lain. Belum lagi suasana rumah yang kurang kondusif karena sedang berlangsung pembangunan di gedung sebelah (yang sudah saya laporkan kepada ketua rapat). Saat rapat berlangsung, kami saling memandang dan menyapa seperti layaknya rapat kami di waktu normal, namun dengan kondisi virtual. Ketika anak saya datang mendekati, walau terkesan kurang profesional, saya menyampaikan keadaan-keadaan di sekeliling saya, sehingga rekan rapat di tempat berbeda akan lebih memahami. Yang penting tujuan rapat terlaksana dan kami dapat berkomunikasi. Hal-hal ini terjadi dan tampaknya dapat dimaklumi.
Kesiapan Mental dan Tantangan Pendidikan Jarak Jauh
Presiden Finlandia Sauli Ninistö mengatakan bahwa pada saat-saat krisis dan darurat seperti ini, kita akan saling membutuhkan satu sama lain4, dan itu benar adanya. Metode komunikasi kita menjadi berbeda. Dengan mengurangi kontak fisik secara langsung (physical distancing) bukan berarti kita tidak dapat berkomunikasi sosial. Intinya, kita menyampaikan pesan kita secara efektif baik melalui media telepon (berbicara) maupun media elektronik seperti pesan email ataupun media sosial (tulisan) tanpa bertemu apalagi bersentuhan.
Peringatan untuk menjaga jarak, rajin mencuci tangan, dan beretika bersin atau batuk dengan baik sudah diumumkan di banyak pintu masuk gedung terutama di supermarket. Keluar rumah juga boleh saja, asal tidak berkumpul dengan orang lain yang tidak perlu. Berjalan-jalan di luar rumah bersama anggota keluarga (dan hanya melambai dari jauh dengan tetangga), berbelanja hal yang diperlukan di toko, bahkan pergi ke perpustakaan—walau hanya diminta untuk meminjam dan mengembalikan buku serta tidak berlama-lama di dalamnya dan diminta segera pulang apabila urusan sudah selesai5.
Sistem pendidikan Finlandia memang lebih siap, salah satunya karena lembaga pendidikan dengan teknologi maju telah tersedia untuk memberlakukan online learning. Apalagi, dengan jalur koneksi internetnya yang relatif stabil dan masyarakatnya yang sudah memiliki fasilitas (laptop) dan teknologi (program yang terhubung dengan lembaga pendidikan), pendidikan jarak jauh pun semakin mudah dilakukan.
Fasilitas teknologi memang tersedia. Namun, tantangannya, untuk berkegiatan dari rumah secara bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga, diperlukan mental dan kedisiplinan waktu yang kuat supaya kami dapat bekerja dan belajar secara harmonis. Peran saya sebagai pengajar dan orangtua menuntut komitmen yang kuat untuk melaksanakan tugas dengan baik. Sebagai pengajar atau pekerja di universitas, saya tetap harus menyiapkan bahan kuliah, mempelajari aplikasi kuliah online, dan memilih media yang tepat, juga mendampingi siswa. Dan sebagai orangtua, saya juga harus siap membantu anak-anak dalam belajar, juga menjaga keberlangsungan dan kebersihan rumah yang kami tempati sepanjang waktu. Biasanya kami bertemu dan berkumpul bersama seluruh anggota keluarga pada malam hari atau akhir pekan. Namun dengan kondisi darurat ini, kami akan berada di rumah sepanjang waktu dan selalu bersama-sama.
Jadi, sejak 16 Maret 2020, sekolah SMA sudah memulai pelajaran dari rumah. Nadya yang merasa tidak harus pergi ke sekolah tidak perlu bersiap-siap, namun tetap harus membuka laptopnya setiap pukul 8.15 untuk menerima mata pelajaran pertama (dan diabsen oleh gurunya) dalam media Microsoft Teams.
Pelajarannya akan berlangsung seharian, maksimal sampai pukul 15.45 tentu dengan jeda makan siang. Ia misalnya tidak perlu berganti dari baju tidur atau peduli dengan penampilan, namun Nadya mengeluh bahwa matanya capek dan tugas sekolahnya makin banyak, karena ia harus berada di depan layar komputer sepanjang waktu, mendengarkan guru atau berdiskusi kelompok dengan teman, namun setelah selesai pelajaran “sekolah” ia masih tetap harus di depan layar komputer untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah tadi!
Tugas (saya, sebagai) orangtua lebih menantang lagi untuk mengurus anak di bawah kelas 4 SD. Untuk Reza yang masih kelas 1, ia masih harus didampingi mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Gurunya memberikan tugas setiap hari sesuai mata pelajaran minggu itu. Ada tugas harian apa yang harus dikerjakan untuk matematika, bahasa, ilmu alam, menggambar, olahraga, dan lain-lain. Dan tugas dalam buku atau kegiatan yang sudah Reza kerjakan akan saya foto dan unggah ke dalam peda.net. Karena pelajaran Reza berlangsung sekitar empat jam, saya akan mendampingi dia belajar, sambil bolak-balik ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Kami memulainya sekitar pukul 9 pagi dan selesai sekitar pukul 12.30-an, untuk kami makan siang.
Jadi saya bertugas menjadi guru bagi Reza dan mendampinginya mengerjakan tugas. Setelah itu, hasilnya ini harus saya atur untuk difoto dan dikumpulkan (upload ke website). Jelas, saya tidak ada waktu untuk mengerjakan pekerjaan saya sendiri. Kalau pun ada waktu, biasanya sekitar pukul 14.00. Itu pun sekitar dua jam saja, karena pada pukul 16.00-an saya akan mengingatkan anak-anak untuk pergi ke luar rumah menghirup udara segar sebelum hari gelap, apalagi jika Reza memiliki tugas untuk memperhatikan alam sekitar dan olahraga di luar rumah (harus mengambil foto keadaan di luar!). Kami akan berada di luar sekitar satu jam sampai waktu makan malam. Apabila diperlukan, kami akan berolahraga di dalam rumah.
Dengan jadwal seperti ini, jelas saya tidak dapat beraktivitas seperti dalam keadaan normal. Waktu bekerja saya berkurang jauh. Merupakan tantangan sendiri untuk tetap menyiapkan bahan mengajar kuliah saya. Saya, yang biasanya mencoba mengurangi waktu bekerja di malam hari, di saat krisis ini bekerja efektif pada malam hari, saat Nadya mengerjakan tugas sekolahnya dan Reza sedang bermain sendiri. Waktu bekerja dan belajar mestilah dibagi dengan cerdas dan adaptif. Untunglah karena bekerja di bidang akademik saya memiliki jadwal yang cukup fleksibel, terlebih lagi ketua jurusan dan fakultas mengerti dengan keadaan saya yang memiliki anak usia sekolah yang masih perlu didampingi. Tidak terbayang apabila orangtua memiliki beberapa anak yang perlu didampingi pendidikan jarak jauhnya dan mereka harus tetap bekerja jarak jauh.
Ini masih di awal-awal masa bekerja di rumah dan mudah-mudahan kami tetap mampu menjalankan pendidikan jarak jauh kami dengan lebih efektif. Krisis virus korona di Finlandia ini akan berlangsung sampai 13 April 2020 dan semoga, setidaknya sampai saat itu, semangat belajar mengajar kami masih tetap tinggi.
Namun, belum seminggu, Nadya sudah merasa bosan. Dia ingin bermain skating bersama teman-temannya! Dan saya mengatakan bahwa pergi skating di luar (seperti di halaman sekolah) boleh saja, namun saya melarang untuk bertemu dengan teman-temannya untuk mendukung program pemerintah ini. Kita memiliki tanggung jawab sosial untuk mendukung program mengurangi penyebaran virus korona dengan tidak bertemu dengan orang lain dahulu saat ini. Situasi yang tidak nyaman ini harus dijalani dengan disiplin setidaknya sampai waktu yang ditentukan oleh pemerintah.
Walau kita terhubung dengan internet sepanjang waktu, ternyata berkomunikasi online saja tidaklah menyenangkan. Manusia sebagai makhluk sosial masih memerlukan pertemuan langsung, tatap muka dan bersentuhan (menjabat tangan, berpeluk sapa, dll.). Krisis global berdampak besar karena dampaknya dirasakan bersama-sama di seluruh dunia, dan ini harus kita sikapi dengan serius. Kita belajar banyak dari kasus ini. Semoga saja krisis virus korona ini dan penyebarannya dapat berkurang, obatnya segera ditemukan, dan kita kembali menjalani kehidupan kita dengan normal.
Penulis: Ratih D. Adiputri
Catatan Kaki:
[1]. https://yle.fi/uutiset/osasto/news/finland_closes_schools_declares_state_of_emergency_over_coronavirus/11260062, diakses 16 Maret 2020.
[2]. Contoh tugas sekolah jarak jauh anak saya yang kelas 1 SD, https://peda.net/jyvaskyla/kyparamaenkoulu/luokkien-sivut/1b-lissu-suokivi, diakses setiap hari mulai 18 Maret 2020.
[3]. Contoh berita terbaru dari website sekolah siswa SMA, https://www.gradia.fi/opiskelijoiden-ohjeet-koronavirustilanteessa, diakses 19 Maret 2020.
[4]. https://yle.fi/uutiset/osasto/news/president_niinisto_we_all_need_each_other/11260772, diakses 17 Maret 2020.
5. Sejak 20 Maret, perpustakaan pun ditutup, bersama pengumuman tempat-tempat umum dan perkumpulan lainnya, dan disarankan bertemu tidak lebih dari 10 orang dengan jarak aman.