Warih Wisatsana menulis puisi sedari SMP, menjalani masa kanak dan remaja di Bandung, Pontianak, Klaten, serta Salatiga. Sedini tahun 1980-an di Bali, ia meneguhkan pilihannya sebagai penulis, aktif di Sanggar Minum Kopi.
Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke bahasa Belanda, Jerman, Inggris, Portugal, dan Prancis. Bahkan meraih sejumlah penghargaan, meliputi Taraju Award, Borobudur Award, Bung Hatta Award, dan Kelautan Award. Buku puisi tunggalnya "Ikan Terbang Tak Berkawan" (Penerbit Buku Kompas, 2003), "May Fire and Other Poems" (Lontar, 2015), dan puisi-puisi kurun cipta 1985-2018 dihimpun dalam buku terbarunya "Batu Ibu" (KPG, 2019).
Selain menulis puisi, Warih juga kerap mengirimkan cerpen, ulasan sastra, seni rupa, dan pertunjukannya ke media massa. Ia bergiat juga sebagai kurator seni, juri sastra dan seni budaya, serta editor. Buku yang pernah disuntingnya, antara lain "Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata" karya Michel Picard (KPG, 1992), buku pelukis Srihadi Soedarsono, pelukis Van Oel, pelukis Affandi, "Waktu Tuhan: Wianta" (2008), novel "Emilie Java 1904" karya Catherine van Moppès (KPG, 2002), dan novel "Keping Rahasia Terakhir" karya Jean Rocher (KPG, 2009). Bersama Jean Couteau, penyair asal Bali ini menulis memoar "Gung Rai, Kisah Sebuah Museum" (KPG, 2013), "Buna, Suka Duka Sang Kelana" (KPG, 2017). Pengalamannya di Prancis terangkum dalam Rantau dan Renungan II (KPG, 1999) bersama penulis lainnya.
#Profil #PenulisKPG #WarihWisatsana #BatuIbu #GungRai #BunaSukaDukaSangKelana #RantaudanRenunganII #PenerbitKPG