Kepustakaan Populer Gramedia
by on May 5, 2020
850 views

NAMA Haruki Murakami hampir tidak pernah absen masuk dalam desas-desus penerima hadiah nobel setiap tahunnya. Konon di setiap doa tatkala hatsumode (berkunjung ke kuil pertama di awal tahun), pembacanya di Jepang selalu memasukkan permohonan agar Haruki Murakami beroleh nobel sastra. Kini dia harus bersabar, sebab ‘patah’ jepang untuk nobel sastra sudah di tangan Kazuo Ishiguro pada 2017 lalu. Murakami sudah menjadi paus dalam kesusastraan Jepang, baik beroleh atau tidak nobel sastra. Buku-buku nya terbit dan seketika menempati jajaran buku laris dan diburu pemuja fanatiknya.


Di Indonesia, Murakami bukan lagi nama asing. Banyak judul telah diindonesiakan. Judul baru yang diindonesiakan adalah Kronik Burung Pegas; The Wind-Up Bird Chronicles (Juni, 2019). Sedangkan buku terbarunya, Killing Commendatore terbit dalam bahasa Inggris pada Februari 2017 dan seketika membuat penggemarnya histeris. Burung Pegas terbit pertama dalam bahasa Jepang terdiri dari tiga buku yang terpisah, kemudian saat dialihbahasakan ke Inggris tiga buku itu dijadikan satu, serupa dengan judul lainnya 1Q84. Bedanya Burung Pegas tetap menjadi satu buku saat diterjemahkan, sehingga tampak sangat tebal. beberapa potongan novel ini bahkan dalam bentuk cerpen dalam buku The Elephant Vanishes (1994).  


Dialah Toru Okada, tokoh Murakami yang digambarkan sebagai lelaki modern Jepang yang rapuh dan terhimpit modernitas. Toru Okada meninggalkan pekerjaannya di salah satu firma hukum. Kemudian memilih sebagai bapak rumah tangga; mengurusi cucian, mengantar penatu, berbelanja dan memasak makanan, dan menerima telepon. Istrinya, Kumiko adalah seorang editor di sebuah majalah. keganjilan yang pertama yang harus dihadapi oleh Toru Okada adalah kucingnya, Noboru Wataya menghilang tanpa jejak. 


Keanehan itu kemudian berlanjut dengan menghilangnya Kumiko. Dia menghilang tanpa jejak, dengan hanya membawa pakaian yang ada di penatu. Dalam masa pencarian itu kucing dan istrinya itu, Toru Okada diperjumpakan dengan ragam orang-orang aneh dan kejadian misterius di luar nalar. 


Toru bersua dengan perempuan aneh yang selalu menelpon tanpa mau menjelaskan siapa. Kemudian bertemu dengan Malta Kano, seorang peramal. Creta Kano mantan placur yang pernah ditiduri oleh Noboru Wataya, kakak Ipar Toru Okada dan mampu masuk ke dalam mimpi Toru Okada. Ada Letnan Mamiya pensiunan tentara perang yang menjadi saksi seorang rekannya yang dikuliti hidup-hidup oleh tentara Mongol di perbatasan Manchuria. May Kasahara remaja SMA yang tidak lagi sekolah karena merasa bersalah telah membuat kekasihnya meninggal dalam kecelakaan. Juga Nutmeg Akasaka, perempuan pemilik butik yang suaminya dibunuh secara sadis. Dan anaknya Cinnamon Akasaka, yang memutuskan menjadi bisu sejak berusia enam tahun. 


Perjumpaan dengan banyak orang ajaib itu kemudian membuat kelindan yang rumit dan begitu mengasyikkan. Misalkan antara Toru dan Nutmeg terhubung oleh tompel bitu di pipi Toru yang juga dimiliki oleh ayah Nutmeg, yang seorang tentara. Antara Creta dan Toru terhubung oleh Noboru Wataya, yang telah merusak keseimbangan hidup Creta Kano. 


Judul ini memang tidak jauh berbeda dengan milik Murakami yang lain. Seorang lelaki modern Jepang sebagai tokoh utama, yang kemudian mengalami gegar kesetimbangan oleh kehilangan orang terdekat. Dan menautkan dunia sekarang dengan dunia imajinasi. 


Bagaimana Murakami menautkan dunia Toru, Tokyo modern dengan sesuatu yang terjadi jauh sebelumnya? Yaitu dengan sebuah sumur tia kering di pekarangan rumah tetangga Toru. Rumah yang dijuluki sebagai rumah gantung leher, sebab siapa saja yang tinggal di rumah itu akan berujung bunuh diri. Lewat keajaiban sumur itulah kita bisa menghubungkan keanehan-keanehan dengan peristiwa perang di daratan Manchuria, nama daratan China sebelumnya. 


Bolehkah kita menafsirkan maksud sumur tua itu> membaca kisah ini lebih nyaman kita nikmati sebagai bagian untuk cerita Murakami. Tanpa berambisi untuk menerjemahkan tanda. Meski sebenarnya Murakami membuka tafsir itu dengan mudah, Trauma perang nyatanya masih menjadi momok mengerikan di beberapa orang. Misalnya dalam tokoh Letnan Mamiya, saksi hidup pengupasan kulit manusia itu begitu tertekan oleh kenyataan yang melampaui fiksi itu. Perang di mana-mana menyisakan darah, kematian, dan trauma perang. 


Simbol burung pegas dalam novel ini juga tampak seperti elemen fantasi, tapi keberadaannya menjadi penuh misteri. Kemunculan dan fungsi burung pegas yang bila diputar pegasnya, maka akan mengatur dunia. pegas yang berfungsi mengatur dunia dan sumur yang menghubungkan dunia sekarang dengan sejarah masa lalu, sejatinya adalah dia tarikan Jepang dewasa ini. Trauma perang membuat orang-orang seperti Letnan mamiya dan Toru Okada terjebak dalam mimpi-mimpi mengerikan. Tokoh-tokoh Murakami juga melempar sauh begitu jauh, dengan harapan mampu menguasai dan mengatur dunia.


Kenyataan dalam fiksi bisa tampil begitu nyata, demikian Murakami menegaskan dalam novel ini. beberapa elemen fantasi dan gaib bisa begitu asyik tampil dan tidak mengganggu kenalaran. Bila Lewis Carroll dalam Alice in Wonderland menciptakan lubang kelinci untuk kabur ke dunia gaib. Murakami menghadirkan sumur tua kering yang memungkinkan siapa saja yang masuk berkelana ke rumah gaib  (*) 

*Mahasiswa Universitas Semarang

Peresensi: Khoimatun Nikmah
Dimuat di: Padang Ekspres, Minggu, 10 November 2019

Posted in: Ulasan
Like (1)
Loading...
1