Kepustakaan Populer Gramedia
by on August 11, 2020
191 views

Penjajahan Indonesia yang berlangsung  lebih tiga abad bermula dari rempah-rempah. Lada adalah rempah primadona. “Emas putih” ini disenangi tidak hanya oleh orang Eropa, tapi juga Tiongkok, terutama dari kalangan istana. Sebelum abad 17, harga lada sangat mahal di Eropa dan distribusinya tidak merata. Sebab, untuk mendapatkannya perlu biasa transportasi tinggi. Maklum, rute Eropa ke Nusantara masih berputar-putar. Perlu melintasi beberapa pelabuhan dan wilayah yang memerlukan biaya angkut dan pajak. 

Vasco Da Gama adalah pelayar perintis abad 15. Dia memperpendek rute ke Timur dengan melewati Tanjung Harapan. Rute yang dirintisnya menjadikan jarak Eropa-Nusantara berlipat-lipat lebih pendek. Kala itu, para pedagang Eropa tidak hanya berduyun-duyun mendatangi Nusantara. Mereka juga membentuk kongsi perdagangan bernama VOC (hlm 7).

Lada adalah salah satu rempah yang melahirkan hasrat kolonialisme di serikat dagang VOC. Pemicu-pemicu lainnya lebih kompleks. Buku ini menarik dibaca sebab tidak menyajikan alur sederhana penjajahan Eropa ke Nusantara sesederhana buku pelajaran sejarah di sekolah. Buku ini menyebutkan bahwa beberapa kerajaan, jauh sebelum VOC datang, sudah terlebih dahulu melakukan penjajahan dan monopoli ke wilayah lain di Nusantara.

Misalnya, penguasa Aceh memaksakan pemerintahan dan perdagangan di Sumatra Barat, Sultan Agung Mataram melakukan hal serupa ke Jawa timur dan Sukadana, begitu juga para Sultan Banten yang menganeksasi Sumatra Selatan. Penjajahan mereka hendak memonopoli perdagangan lada (hlm 37). Menurut buku, banyak catatan sejarah keliru saat menyebut bahwa wilayah penghasil lada hanya Maluku dan Banda di wilayah timur. Sejatinya, lahan subur tumbuhnya lada adalah wilayah barat Nusantara.
 

Penulis: P. Swantoro
Editor: Galang
Kategori: NonfiksiHumanioraSejarah
Terbit: 28 Januari 2019
Harga: Rp60.000
Tebal: 120 halaman
Ukuran: 130 mm x 190 mm
Sampul: Softcover
ISBN: 9786024810849
ID KPG: 591901605
Bahasa: Indonesia
Usia: 15+
Penerbit: KPG



Di Nusantara, ada banyak kerajaan berdiri. Hasrat monopoli mereka terhadap lada sama saja. Pertempuran untuk merebutkan monopoli bisnis “emas putih” tersebut tak terelakkan. Saat VOC datang, mereka melihat bahwa perang monopoli antarkerajaan telah terjadi. Hasrat mereka untuk berdagang tidak berjalan lancar sebagaimana yang diharapkan sebab beragam monopoli perdagangan yang dilakukan kerajaan lokal Nusantara. 

Wajar jika buku ini melihat kolonialisme tidak hitam-putih. Sebagaimana VOC tidak berhak menjajah Nusantara demi memonopoli lada, maka kerajaan di satu wilayah juga tidak berhak melakukan hal serupa ke wilayah lain dengan alasan yang sama. Stimuli VOC untuk melakukan kolonialisme yang didukung kekuatan militeristik sebenarnya bagian respons atas monopoli kerajaan lokal terhadap domain perdagangan lada yang juga menjadi kepentingan Eropa.

Buku ini menggambarkan perang kerajaan lokal dengan militer VOC yang sudah bersenjata modern yang selalu berujung pada kekalahan kerajaan lokal. Gambaran tentang persengkongkolan satu kerajaan dengan VOC untuk menghancurkan kerajaan lain yang menjadi rivalnya, sebenarnya berotasi pada alasan untuk mendapatkan monopoli wilayah sekaligus perdagangan. Segala cara digunakan oleh kerajaan-kerajaan lokal sehingga mereka tidak menyadari sedang diadu domba oleh kekuatan besar yang akhirnya menjadi satu-satunya monopoli di Nusantara.

Buku ini fokus pada persoalan Lada, walaupun juga buku ini mengakui bahwa masih banyak rempah di Nusantara yang juga disukai Eropa seperti cengkih, pala, dan beras. Kekayaan rempah yang dimiliki bangsa ini bermata dua. Satu sisi ia akan membuat penduduknya sejahtera. Di sisi lain akan membuat negara lain tergoda untuk  menjajah yang pada gilirannya membuat penduduk negeri ini menderita. 

Satu-satunya menjaga kedaulatan bangsa adalah persatuan. Menghindari perpecahan adalah kunci keberhasilan negeri ini mengusir penjajah. Persatuan tidak akan terjadi tanpa adanya upaya masing-masing kelompok menahan diri untuk mengusik kelompok lain. Buku tipis ini mengajarkan pada kita bahwa kekayaan bangsa ini dulu pernah menjadi jajahan negeri lain karena bangsa ini saling berperang satu sama lain. Saat sekarang hal demikian sangat mungkin terjadi lagi jika bangsa ini masih terpecah belah.

Dimuat di Jawa Pos Radar Madura edisi, 30 Juli 2019


Peresensi: Salman Alfarisi, Alumnus Universitas Airlangga, Surabaya.

Posted in: Ulasan
Be the first person to like this.