Kepustakaan Populer Gramedia
by on June 1, 2022
319 views

Kembali menginjak hari kelahiran setelah melewati dua tahun pandemi, tak lain dari rasa syukur yang langsung terasa. Banyak yang ingin kami letakkan di belakang, tetapi  ada pula yang ingin kami lanjutkan. Kerja sama, bela rasa, dan empati. Tiga inilah yang kami rasa menjadi semangat utama kami, juga kita semua bisa bertahan sejauh ini.

Sebagai penerbit, kami ingin terus menghidupkan api kerja sama, bela rasa, dan empati itu lewat apa yang menjadi kemampuan, keahlian, dan kecintaan kami: bekerja sama di, dari, dan untuk buku. 

  

Buku belakangan memang dipandang sudah usang karena berbenturan dengan dunia digital. Pandemi mengajarkan, betapa digdaya kemajuan dunia digital. Meskipun tak bisa keluar rumah, kita tetap bisa menjelajah ke mana-mana, bahkan beberapa orang mengalami penjelajahan yang lebih luas daripada sebelumnya. Mau belanja bisa, mau beli makanan bisa, mau cari berita, baca buku, melihat negara lain, menonton film, ketemu artis, menyaksikan konser, semua bisa dari gawai saja. Bekalnya hanya paket data dan jaringan yang lancar.

Tetapi toh buku memang tak mesti dilawanhadapkan dengan digital. Betapa kita juga menikmati film, lagu, gim, atau aneka animasi lain yang berangkat dari buku, atau sebaliknya, dari media yang berbeda berujung pada buku. Ada kalanya, kita juga bertemu, berdiskusi, atau sekadar saling cuit atau senggol di dunia maya karena buku.

    

Semangatnya sama. Seperti jagat maya, buku ibarat ruang temu tanpa batas. Melalui buku, gagasan-gagasan bertemu. Rolf Dobelli di buku Stop Membaca Berita (KPG, 2021) menyebut pengalaman membaca menjadi semacam dialog mental singkat dengan penulis. “Jika saya secara bertahap membenamkan diri di dalam buku setelah memikirkan perenungan saya sendiri, maka saya dapat membandingkan gagasan penulis dengan gagasan saya,” tuturnya.

  

Samuel Ichiye Hayakawa, mantan senator Amerika Serikat pun menyebut buku sebagai ruang imajinasi dan menemukan jati diri seluas-luasnya. “Tidak benar bahwa kita hanya bisa hidup sekali; Jika kita membaca, kita bisa hidup sebanyak mungkin dan sebagaimana pun yang kita inginkan,” katanya. Senada dengan itu, Mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama meyakinkan bahwa membaca buku itu penting karena, “Jika kita tahu cara membaca, maka seluruh dunia akan terbuka untukmu.” 

Begitulah kegemaran membaca buku telah mempertemukan kita, bukan? Maka, kata-kata yang mencuat di sini, sekali lagi, kerja sama, empati, dan bela rasa.

Mari bersama kita merayakan semangat kebaikan itu dan terus menemukan kebahagiaan melalui #bertemudibuku.

Posted in: Editorial
Be the first person to like this.