Kepustakaan Populer Gramedia
added new photo album "Menolak Ayah di Medsos KPG"
Menolak Ayah
shared a photo
Ini bukan sebuah epos dari perjuangan di masa PRRI. Hanya kisah anak Batak yang melata hingga ke Jakarta.
Tatkala seorang laki-laki mengabaikan istrinya, hanya meninggalkan penderitaan bagi perempuan...View More
Kepustakaan Populer Gramedia
posted a blog.
Kemerdekaan adalah kemenangan bagi suatu bangsa yang berperang. Tetapi tidak semua yang ikut berperang dapat menikmati kemenangan itu. Banyak rakyat yang layak disebut pahlawan dalam sebuah peperangan tetapi justru hidupnya dibelit kemiskinan. Bahkan di antara mereka tercampak setelah kemerdekaan berhasil dicapai (hal 237). Itulah salah satu fakta yang tak bisa ditolak dan berusaha disentil oleh Ashadi Siregar dalam novel terbarunya “Menolak Ayah”. Novel berlatar Tanah Batak ini mengisahkan kegetiran hidup Tondinihuta, lelaki yang merasa sangat kecewa dengan Pardomutua, ayah kandungnya sendiri. Sejak masih bayi, Pardomutua tega menelantarkan istrinya, Halia, dan Tondinihuta, anak semata wayangnya. Tak heran bila pada akhirnya Tondinihuta tak mengakui dan menolak keberadaan ayahnya.
Perkawinan Pardomutua dan Halia memang bukan atas dasar suka sama suka, melainkan dijodohkan orangtua mereka. Setelah menikah, otomatis gadis remaja itu terlepas dari marganya dan harus mengikuti marga suaminya. Sayangnya, pernikahan tersebut tak lantas membuat Halia bahagia. Bagaimana ia bisa merasa bahagia bila diperlakukan kasar dan semena-mena oleh suaminya? Pardomutua hanya akan bersikap lembut saat menginginkan tubuhnya di atas ranjang. Menjadi istri Pardomutua berarti harus pandai bergaul dengan orang-orang Belanda. Waktu itu, Pardomutua memang telah bekerja di sebuah kantor milik tuan Belanda. Ia bisa hidup enak bersama kalangan orang-orang Belanda berkat pertemanan Ompu Silangit, ayah Pardomutua, dengan pegawai gubernemen Belanda. Kehidupan Pardomuta pun berubah ketika diakui sebagai anak angkat oleh seorang demang agar bisa masuk MULO, sekolah di masa penjajahan Belanda (hal 61).
Sayangnya, Halia tak menguasai bahasa Belanda. Sehingga tiap ada pesta atau acara penting, ia lebih sering berkutat di dapur, membantu menyiapkan hidangan bersama para nyonya Belanda. Kepiawaian Halia memasak menjadi berkah tersendiri bagi para nyonya Belanda. Tak heran bila ia sering dipuji dan disukai oleh mereka. Sayangnya, sebagai orang terhormat dan terpandang Pardomutua merasa tercoreng harga dirinya melihat istrinya ikut bekerja di dapur. Ia marah-marah dan melarang Halia agar jangan menjadi koki di dapur rumah Belanda, “Kita bukan hatoban (budak belian), kita anak ni raja (keturunan Raja Batak). Tidak sepatutnya kau bekerja di dapur orang Belanda. Kau tidak ikut bergaul dengan tamu-tamu saja sudah menjatuhkan mukaku. Kau tambah lagi dengan bekerja di dapur,” (hal 175).
Penulis: Ashadi Siregar
Editor: Christina M. Udiani
Kategori: Sastra, Fiksi, Novel
Terbit: 16 November 2018
Harga: Rp85.000
Tebal: 440 halaman
Ukuran: 135 mm x 200 mm
Sampul: Softcover
ISBN: 9786024248642
ID KPG: 591801526
Bahasa: Indonesia
Usia: 17+
Penerbit: KPG
Dari perkawinan mereka, lahir anak lelaki yang kemudian diberi nama Tondinihuta. Kelahiran Tondi, panggilan akrab bocah tersebut, menjadi berkah bagi Halia sekaligus tameng dari kebengisan perilaku suaminya. Bagi Halia, nyeri saat melahirkan tak sebanding dengan nyeri dari malam ke malam ketika suaminya dengan beringas menginginkan tubuhnya (hal 183).
Hadirnya bayi mungil dan lucu di rumah itu membuat Pardomutua sering marah-marah. Selain karena tak lagi bisa menikmati tubuh istrinya, lengkingan suara Tondi saat menangis membikin telinganya pekak. Saat ia membentak Halia agar menghentikan tangisan Tondi, justru malah menambah jeritan bayi itu. Inilah yang menyebabkan Pardomutua tak betah di rumah.
Puncaknya, Pardomutua tak pernah kembali ke rumah. Ia yang telah memiliki istri baru di luar sana, menelantarkan istri dan bayinya. Tondi pun tumbuh dalam balutan kasih sayang ibu, ompung dan ompungboru-nya (kakek-neneknya). Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari bersama anak semata wayangnya, Halia bekerja sebagai tukang masak di rumah sakit pemerintah di daerah Siantar. Ia dapat bekerja di sana berkat rekomendasi kepala rumah sakit itu, seorang dokter yang pernah bertugas di daerah onderneming.Ketika zaman semakin maju dan berkembang, selembar ijazah menjadi hal yang nyaris dipersyaratkan ketika melamar pekerjaan. Bahkan saat mendaftar haji pun, kini ijazah menjadi salah satu persyaratan yang harus dilampirkan. Hal ini juga dialami oleh Halia. Kehidupan Halia berubah setelah ia tersingkir dari pekerjaannya. Semua bermula ketika Republik mulai menata berbagai sistem pemerintahannya. Halia tersingkir karena karena tak punya ijazah yang diperlukan untuk mengisi posisinya. Ia kemudian melanjutkan hidupnya dengan berjualan pisang goreng di warung kecil di bawah jembatan kereta api. Tondi, yang waktu itu sudah sekolah di SMP, selalu membantu ibunya di warung.
Kisah Tondi dan ibunya yang penuh kegetiran dalam buku ini masih panjang dan berliku. Puncaknya, ketika Tondi dewasa dan harus meninggalkan ibunya. Ia memutuskan ikut berjuang bersama PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang dibentuk para dewan di Padang dan Medan bulan Februari 1958. PRRI merupakan bentuk perjuangan yang dilakukan orang-orang daerah agar keinginannya didengar pemerintah pusat. Atau dengan kata lain, ketidakadilan pemerintah pusat dalam membangun daerah, memicu munculnya PRRI (hal 251). Salah satu pesan penting yang dapat menjadi renungan para orangtua dalam buku ini; ketika seorang lelaki mengabaikan istri dan anaknya, pantaskah ia menjadi seorang ayah?
Resensi dimuat di Koran Radar Madura edisi Kamis, 31 Januari 2019
Presensei: Sam Edy Yuswanto, penikmat buku, mukim di Kebumen.
Menolak Ayah
shared a video
Menurut Candra Gautama, senior editor KPG, "Menolak Ayah" karya Ashadi Siregar mengembalikan makna dongeng dalam novel-novel Indonesia.
Bagi Budiawan, Dosen Kajian Budaya & Media Sekolah Pascasarjan...View More
Peluncuran & Diskusi Novel "Menolak Ayah" karya Ashadi Siregar
216 views
4/8/2018 Peluncuran & Diskusi Novel "Menolak Ayah" karya Ashadi Siregar
Pembahas
Martin Aleida (Sastrawan)
Dr. Budiawan (Dosen Kajian Budaya & Media Sekolah Pascasarjana UGM)
Menampilkan
Landung Simatupang Moderator - Ons Untoro (Tembi Rumah Budaya)
----
Produced by https://www.perwara.com
Facebook ► https://www.facebook.com/perwara
Twitter ► https://twitter.com/perwaracom
Instagram ► https://instagram.com/perwaraid
Tondinihuta. Pemuda Batak bertubuh tinggi besar telah menaklukkan Jakarta. Ia ‘menguasai’ Jakarta dengan caranya sendiri. Bisnis bengkel mobil, taksi, jasa preman, penagih hutang, penyedia perempuan p...View More
Sepengetahuan saya, baru kali ini membaca novel tipe ini. Novel eksposisi sejarah. Sangat apik, cerdas, sistematis, dan penuh wawasan. Bagi saya yang buta tentang perbatakan, ini menjadi buku yang pen...View More
Menolak Ayah, Ashadi Siregar. To become the Bataknese-Godfather.
Sepengetahuan saya, baru kali ini membaca novel tipe ini. Novel eksposisi sejarah. Sangat apik, cerdas, sistematis, dan penuh wawasan. Bagi saya yang buta tentang perbatakan, ini menjadi buku yang pen
Menolak Ayah bercerita tentang Tondinituha (yang arti harafiahnya adalah jiwa sebuah desa). Tondi (jiwa/roh), begitu dia dipanggil, merasa dibuang oleh ayahnya. Tapi bukan itu yang memicu kemarahan da...View More
Menolak Ayah: Mendengarkan “Tondi”
Akhirnya, selesai juga membaca buku Menolak Ayah karya Ashadi Siregar. Aku beli buku ini sekitar 3 bulan lalu. Bacanya? Sekitar 1 bulan. Lamaaa… hehehe… Ga ada alasan ideologis kenapa aku baca buk
Jika ditanya apa hal yang membuat saya membawa buku ini dari jejeran buku-buku lain yang berada di rak toko buku yang saya datangi, itu adalah karena latar dari buku ini, yaitu kisaran tahun 1957-1965...View More
Diakui Ashadi, “Menolak Ayah” adalah novel serius yang dibuat paling lama ketimbang novel-novel sebelumnya. Novel setebal 434 halaman itu mulai dibuat usai pensiun dari pegawai Departemen Pendidikan d...View More
Di Acara Peluncuran Buku Bambang TGUPP Sebut Kampret, Ada Apa?
Anggota Bidang Hukum dan Pencegahan Korupsi TGUPP, Bambang Widjojanto, kagum terhadap penulis buku Nusantara Berkisah 2 dan Nusantara Hening.
Sementara bagi pembaca umum, novel ini bisa pula mengingatkan mereka bagaimana perang bisa membuat jalan hidup seseorang menjadi berubah ke arah yang tak diinginkan, bukan saja secara pribadi, malah t...View More
Catatan Simon Hate setelah Membaca Novel 'Menolak Ayah' karya Ashadi Siregar - Tribun Jogja
Novel ini bisa pula mengingatkan mereka bagaimana perang bisa membuat jalan hidup seseorang menjadi berubah ke arah yang tak diinginkan