Kepustakaan Populer Gramedia
shared a video
Dr. Ryu menekankan, ancaman pandemi selalu ada. Akan tetapi, kemajuan pengetahuan manusia telah menekan angka kematian yang mungkin disebabkan oleh rupa-rupa penyakit. Setelah abad ke-20, belum pernah...View More
Kajian Genetika: Upaya Manusia Perangi Virus| Buka Buku Gen bersama dr. Ryu Hasan #DariRumahAja
315 views
Virus ibarat kabar buruk bagi manusia. Panjang genom virus diperkirakan hanya satu berbanding 16.000 panjang genom manusia jika direntangkan. Sangat kecil. Meski begitu, seperti halnya hoaks, bila dibiarkan, virus bisa meluas dan merusak kesehatan kita. Oleh karena itu, kajian genetika sangat penting. Pemetaan genom virus dan manusia memungkinkan dunia kedokteran memberikan penanganan dan meresepkan obat yang paling tepat untuk masing-masing orang dengan susunan genetika berbeda. Salah satu yang sedang gencar diupayakan saat ini oleh para peneliti sedunia, yakni berlomba-lomba menemukan vaksin SARS-CoV2.
Setelah vaksin covid-19 ditemukan, apakah pandemi lantas berakhir? Ahli bedah saraf, dr. Ryu Hasan dalam Webinar "Buka Buku: Gen karya Siddhartha Mukherjee", Jumat, 24 April, meyakinkan badai pasti berlalu. Sejarah wabah membuktikan bahwa sapiens sejauh ini selalu mampu bertahan.
Black Death membunuh 75-200 juta jiwa di Eropa dan Afrika Utara pada pertengahan sampai akhir abad ke-14. Flu Spanyol pada 1918 menyebabkan kematian 50-100 juta orang. Hitung korban lainnya dalam wabah kolera, pes, cacar, MERS, dan SARS. Tapi jumlah manusia yang memenuhi Bumi sudah jauh lebih banyak, alih-alih punah.
Dr. Ryu menekankan, ancaman pandemi selalu ada. Akan tetapi, kemajuan pengetahuan manusia telah menekan angka kematian yang mungkin disebabkan oleh rupa-rupa penyakit. Setelah abad ke-20, belum pernah ada lagi pandemi yang membunuh hingga puluhan juta orang, termasuk pandemi korona saat ini.
Penjelasan selengkapnya, simak rekaman Webinar kami. Untuk menyelami kajian genetika, baca "Gen (The Gene: An Intimate History)" karya Siddhartha Mukherjee. Buku tersedia di Gramedia.com (https://www.gramedia.com/products/gen) dan versi e-book di Gramedia Digital (https://ebooks.gramedia.com/id/buku/gen).
Info buku: https://siapabilang.com/buku-the-gene/.
Kajian Sains Populer lain bersama dr. Ryu Hasan:
1. Big Questions Forum 7: Mengenali Virus, Melawan Panik
https://youtu.be/ifCnWbkWY4s
2. Mengapa Orang Takut pada Corona?
https://youtu.be/3OwNg5igCeg
3. Richard Dawkins: The Selfish Gene sampai Science of the Soul
https://youtu.be/zNcEunn0G5s
Be the first person to like this.
Kepustakaan Populer Gramedia
shared a photo
Teman-teman Komunitas Science Underground, buku "Kanker: Biografi Suatu Penyakit" seharusnya menjadi tema pembahasan dalam pertemuan keempat kita di Teater Utan Kayu tahun ini. Namun situasi darurat s...View More
Kepustakaan Populer Gramedia
shared a photo
"Kanker: Biografi Suatu Penyakit", mahakarya Siddharta Mukherjee, telah siap cetak. Akibat pandemi korona, yang menyebabkan nyaris seluruh jaringan distribusi buku lumpuh, terjemahan "The Emperor of A...View More
Kepustakaan Populer Gramedia
shared a photo
“Gen” adalah kisah satu gagasan terdahsyat dalam sejarah: tentang resep dasar yang membentuk dan menjadikan manusia, mengatur tubuh dan nasib kita. Selain itu, gen dan genetika berperan besar dalam up...View More
Kepustakaan Populer Gramedia
shared a video
Mengapa Dr. Connie sampai menyatakan korona termasuk senjata pemusnah massal? Apa yang membuatnya lebih mengerikan dari bom atom? Bagaimana negara, swasta, dan masyarakat harus bahu-membahu menghadapi...View More
Corona Senjata Pemusnah Massal? | Big Questions Forum 7 (part 3/3)
280 views
“Virus korona atau apa pun yang berbau biologi hari ini di mata saya adalah senjata pemusnah massal yang lebih mengerikan daripada senjata nuklir!”
Demikian akademisi dan pengamat bidang militer, pertahanan keamanan Indonesia, Dr, Connie Rahakundini Bakrie menegaskan dalam “Big Questions Forum 7: Mengenali Virus, Melawan Panik” di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta sebulan lalu (10/3). Ketika itu, jumlah penduduk Bumi yang terjangkit 113.582 jiwa, dengan 3.411 orang meninggal dunia, dan 62.512 pasien positif covid-19 sembuh.
Bandingkan dengan data hari ini (per 11 April 2020) dari Worldometers: 1.712.655 orang dari 210 negara terpapar korona, angka kematian mencapai 103.639 jiwa, dan yang sembuh 388.555 orang. Di Indonesia, pandemik covid-19 terkonfirmasi 3.842 kasus, dengan 3.229 warga berstatus dalam perawatan, 327 orang meninggal, dan 286 pasien dinyatakan sembuh.
Mengapa Dr. Connie sampai menyatakan korona termasuk senjata pemusnah massal? Apa yang membuatnya lebih mengerikan dari bom atom? Bagaimana negara, swasta, dan masyarakat harus bahu-membahu menghadapi ancaman biologis ini? Yuk, simak bersama penjelasannya di Siapabilang.com dan kanal Youtube Penerbit KPG.
Kepustakaan Populer Gramedia
shared a video
Dokter Ryu Hasan membedah otak manusia Indonesia yang dinilainya punya bakat panik, tapi di sisi lain juga bisa santai-santai saja menghadapi korona. Korona dianggap bukan ancaman. Kok bisa?
Dokument...View More
Mengapa Orang Takut pada Corona? | Big Questions Forum 7 (part 2/3)
254 views
Dokter Ryu Hasan membedah otak manusia Indonesia yang dinilainya punya bakat panik, tapi di sisi lain juga bisa santai-santai saja menghadapi korona. Korona dianggap bukan ancaman. Kok bisa?
Jawabannya ada pada gen individu, realita intersubjektif pada otak manusia, dan perspektif kita. Jadi mengapa kepanikan muncul ketika virus korona pertama kali terkonfirmasi kasusnya di Indonesia?
Yuk, ikuti perbincangan "Big Questions Forum 7: Mengenali Virus, Melawan Panik" bersama ahli bedah saraf dr. Ryu Hasan di Bentara Budaya Jakarta beberapa waktu lalu. Video selengkapnya tonton di Siapabilang.com dan kanal Youtube Penerbit KPG.
Kepustakaan Populer Gramedia
shared a video
Virus korona yang mewabah saat ini merupakan virus jenis baru yang belum pernah dikenali. Semua orang dibuat bingung dengan penyebarannya yang cepat dan tingkat kematian yang tinggi akibat virus baru ...View More
Kunci Melawan Virus Corona di Indonesia | Big Questions Forum 7 (part 1/3)
276 views
Virus korona yang mewabah saat ini merupakan virus jenis baru yang belum pernah dikenali. Semua orang dibuat bingung dengan penyebarannya yang cepat dan tingkat kematian yang tinggi akibat virus baru ini. Ketidaktahuan tentang virus korona yang menyebabkan kota Wuhan dan negara lain, seperti Italia dan Malaysia ditutup (lockdown), lantas menimbulkan kepanikan global, tidak terkecuali di Indonesia.
Wakil Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dr. Herawati Sudoyo, M. Sc. Ph. D, pun mencoba memperkenalkan karakteristik penyakit yang orang kenal sebagai Covid-19 ini di Bentara Budaya Jakarta, Selasa, 10 Maret lalu dalam "Big Questions Forum VII: Mengenal Virus, Melawan Panik dengan Membangun Ketahanan Masyarakat dalam Perspektif Biologi Molekuler dan Neurosains". Ibarat Tarombo (pohon silsilah keluarga Batak), setelah merunut genomnya, Herawati dan para peneliti biologi molekuler lain sedunia menemukan ada kemiripan susunan genetik antara virus yang pertama kali merebak dari Wuhan dengan SARS-CoV (Severe Acute Respiratory Syndrome-Corona Virus) yang pernah menghantui dunia pada 2002. Oleh karena itu, virus korona ini sekarang punya nama SARS-CoV2. Pembacaan peta genetik Covid-19 masih terus dilakukan guna menemukan vaksin dan obat yang paling tepat.
Sementara para ilmuwan bekerja, menurut Herawati yang bisa kita lakukan saat ini adalah berkolaborasi. Masyarakat bersikap koperatif dengan mematuhi anjuran pemerintah untuk membatasi aktivitas luar ruang, dan pemerintah harus mau bekerja sama, saling terbuka antarinstitusi, antarlembaga, maupun antarkementerian. Herawati mengambil contoh Singapura yang berhasil menekan angka penularan dan kematian akibat korona. Keberhasilan tercapai berkat kolaborasi tiga lembaga: Kementerian Kesehatan yang terbuka, polisi yang ikut melacak penyebaran virus, dan universitas yang melakukan rapid test dan diagnosa terhadap orang-orang yang diduga terpapar SARS-CoV2.
Penjelasan dr. Herawati tentang virus korona selengkapnya dapat Anda tonton di sini.
Untuk teman-teman di grup ini yang Jumat, 13 Maret 2020 lalu tidak bisa mengikuti kelas Science Underground media di Teater Utan Kayu, ini liputannya di https://www.kompas.com/edu/read/2020/03/21/1829...View More
"Science Underground": Waspada Jebakan Berpikir di Tengah Wabah Korona Halaman all - Kompas.com
Mesti tidak perlu panik berlebihan, persoalan korona tidak bisa disepelekan. Alih-alih panik, lebih baik kita meningkatkan kewaspadaan. Halaman all
Kepustakaan Populer Gramedia
shared a photo
Mohon maaf kepada seluruh anggota Komunitas Science Underground, dengan berat hati kami harus membatalkan tiga sesi terakhir mempertimbangkan keselamatan bersama. Apabila ada perubahan, kami akan meng...View More
Kepustakaan Populer Gramedia
shared a video
Sebelum era keterbukaan informasi, pernyataan orang-orang yang memiliki keahlian atau pengetahuan di bidang tertentu menjadi pegangan. Setelah internet memungkinkan semakin banyak orang terhubung, ser...View More
Budiman Sudjatmiko Bahas Matinya Kepakaran karya Tom Nichols | Science Underground 2020 (FULL)
604 views
Sebelum era keterbukaan informasi, pernyataan orang-orang yang memiliki keahlian atau pengetahuan di bidang tertentu menjadi pegangan. Setelah internet memungkinkan semakin banyak orang terhubung, serta bertukar informasi tanpa batas ruang dan waktu, para pakar tak lagi didengarkan. Kini setiap orang dapat menyuarakan aspirasinya di berbagai kanal, sebut saja yang termasif melalui jejaring media sosial. Terlepas dari benar atau salah, orang tidak peduli, selama suatu pernyataan dari orang berpengaruh yang muncul di kanal populer itu sejalan atau mewakili nilai-nilainya. Tom Nichols, profesor U. S. Naval War College dan Harvard Extension School, menyebut fenomena ini sebagai era matinya kepakaran. Sementara Budiman Sudjatmiko, politisi sekaligus pendiri Inovator 4.0 Indonesia menilai situasi ini lebih tepat disebut sebagai era matinya kewarasan. "Ketika kewarasan mati, korban pertamanya adalah kepakaran," ujar Budiman dalam pertemuan perdana musim kedua Science Underground di Teater Utan Kayu, Jakarta, Jumat (21/2) malam. Buku Tom Nichols berjudul "The Death of Expertise" atau "Matinya Kepakaran" menjadi bahan diskusi.
Apa dampak matinya kewarasan, khususnya di Indonesia? Mengapa muncul fenomena tweet war yang melibatkan tidak hanya kalangan pakar, tapi juga masyarakat umum? Bagaimana cara menghadapi irasional akut, baik di forum publik maupun perdebatan pribadi?
Diskusi selengkapnya dapat kita saksikan dalam pertemuan perdana musim kedua Science Underground ini.
-----
Rekaman diskusi Sains Underground 2019 bersama Budiman Sudjatmiko, tonton di: https://youtu.be/DBrLC5F0vEk.
Budiman Sudjatmiko bicara tentang manusia Indonesia dan sains, tonton di: https://youtu.be/fCZv93_IC3g.